Kamis, 26 Maret 2015

Sepucuk Surat Terakhir dari Seorang Sahabat



Motor yang ku tumpangi terseok-seok jalan utama menuju sekolah sangat tidak layak untuk di jajaki. Disana-sini lapisan aspal terkelupas, memperlihatkan tonjolan kerikil yang berpalung. Saat hujan melanda, palung-palung itu akan menyumur dan akan mengelabui siapapun yang melintas menjajaki air keruh bercampur debu dan aspal jalanan yang hanya tersentuh pembangunan dalam hitungan tahun yang tak menentu.

Aku masih diatas kendaraan beroda dua menerjang dataran tinggi, menuju sekolah memang tidak mudah. Disamping jalurnya yang mengenaskan, kendaraan untuk menuju sana layaknya bau tanah yang termakan usia. 30 menit telahku lewati perjalanan penuh perjuangan itu mendaratkanku tepat di sebuah sekolah sederhana yang di desain dengan desain apik sehingga lebih terlihat elegan yang membuat sebagian orang tersenyum, entah simpul atau lebar dengan apa yang ku banggakan oleh anak yang keterbatasan ekonomi, aku tidak pernah paham dengan apa yang mereka berikan menghinakan atau memberi semangat. Tapi senyuman itulah yang membuatku gigih menempuh study berikutnya. Di sekolah aku bertemu sahabat kecilku, sebut saja Hana, aku dan Hana mengarungi hidup tanpa putus asa sehingga banyak yang menyebut kami kembar. Mengingat Hana hidup tanpa cinta kasih orang tua aku rela membagi cinta kasih orang tuaku kepadanya.

Seiring berjalanya waktu, lama-kelamaan suasana dalam kelas menjadi hangat. Aku mulai menemukan teman yang cocok denganku selain Hana, namanya Eti, Nani, juga Syifa. Mereka yang selalu temaniku saat sekolah, kami selalu di kantin bersama, dalam setiap tugas kita selalu menjadi satu kelompok mengerjakan tugas bersama, bercanda tawa bersama, saling berbagi suka dan duka, dan banyak hal lain yang kami lewati bersama. Didalam sebuah persahabatan inilah kami mengenali berbagai macam sifat dari sahabat-sahabatku. Sampai pada waktunya sebuah masalah datang mengganggu kebersamaan kami. Ini tentang Hana akhir-akhir ini Hana mulai berubah tak seperti biasanya, sekarang dia sering sekali tidak masuk sekolah, sering absen saat pelajaran berlangsung dan banyak hal lain yang membuatnya semakin buruk. Semua perubahannya ini yang membuat kami terusik dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah terjadi ?
“ Say, apa kamu tau mengapa Hana tidak masuk sekolah? Sudah tiga hari ini dia tidak masuk tanpa keterangan” Tanya Syifa saat aku memasuki kelas.
“ Kalo kamu tidak tau, aku juga tidak tau” jawabku bergurau.
“ yee… serius “ tegur Syifa
“ Iyah saya gak tau Syif, memang sih biasanya dia bersamaku tapi seriusan akhir-akhir ini dia gak ada kabar.
“ Hemm.. saudara kembar kok ga tau, yasudahlah” jawabnya
Saat pelajaran berlangsung, sungguh aku tidak bisa  berkonsentrasi, yang ada dipikiranku hanyalah Hana, aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya, aku memutuskan untuk menemuinya sepulang sekolah nanti tanapa sepengetahuan teman- teman yang lain. Tak lama aku menunggu, bell pulang pun berbunyi teeet teeeeett… “ horee pulang” gumamku dalam hati. Aku segera bergegas mengunjungi rumah Hana.
Sekolah Hana

“Assalamualaikum..” salamku sambil mengetuk pintu rumah Hana. Tok..tok.tok 3x aku mengetuk tanpa jawaban. Rumah Hana memang terlihat sepi karena Hana hanya tinggal bersama neneknya.
“yasudahlah, mungkin lain kali aku kembali pikirku sambil sesekali melangkahkan kaki, baru beberapa langkah pintupun terbuka, senyum sumringah langsung mendarat dibibir kecilku. “ pasti Hana” sambil membalikan tubuhku.
“Yah.. ternyata nenek” sambil menyalimi tangan nenek.
“Eh, nong Syaidha! Ada apa nong?”
“Begini nek, Hananya ada? Tanyaku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Tidak ada respon, nenek terdiam, raut wajahnya yang renta diarahkan kebawah  kakinya.
“Tuhaan…, ada yang salahkah dengan pertanyaanku, nek…” sahutku membisik
“ oh, ayo nong mari masuk” tanpa basa-basi aku langsung melepas sepatuku memasuki rumah sederhana ini.
“Sebenarnya Hana kemana nek” tanyaku berulang.
“ Hana sudah 3 hari ini dia belum pulang kerumah nong ia pulang kekampung halamanya menemui ibunya yang tengah sakit” ujaranya menjelaskan. Aku terkejut dengan apa yang nenek sampaikan dan tanpa panjang lebar aku langsung pamit untuk pulang kerumah.
Ditengah perjalanan pikiranku kacau, ibunya sakit, sejak kapan Hana punya ibu, kalo memang punya ibu, kenapa Hana enggan mengakuinya didepanku  “ada apa denganmu Hanaa.?” Pikiranku semakin tak karuan hingga aku tak sadar seseorang menabrakku. “Bruugh...”
“aduuh…. Hana kamu ko ada sisini, bukannya kamu..?
“Eh Syaidha, tumben kamu kemari, kamu kangen yah samaku, hayoo ngaku..?”
“yeee enak aja, enggak kali. aku ada perlu lain ko” sambil ngeloyor meninggalkan Hana.
“ko Syaidha gitu sih sama Hana..?”.
Aku ga pernah berfikir ini sebelumnya dengan Hana, kenapa Hana tega berbuat demikian terhadapku juga teman-teman kenapa dia berbohong kepada kami apakah Hana sudah tak menganggap kami seorang sahabat lagi. Tega kamu Hana.
Keesokan harinya disekolah aku terkejut ketika aku melihat Hana yang sudah berada didalam kelas. Sebagai sahabat aku harus menyapanya terlebih dahulu tak mempedulikan hal sepele yang kemarin terjadi. “ loh Hana, kamu dengan siapa kesekolah?”
“Eh, Syaidha aku diantar paman ko. Eh udah dulu yah aku ada perlu niih.”
“oh gitu, yaudah gih. Tapi kamu ko.” belum saja aku menyelesaikan pertanyaanku dia bergegas bangkit dari kursi yang sedari tadi didudukinya.
“ada apa sih tuh anak, ngomong belum kelar juga udah main pergi aja. Bisa dinamakan sahabatkah itu”. Ketika kami (aku, Eti, Syifa dan Nani) menuju kantin untuk sarapan kami melihat Hana bersama Dira. Kami sungguh amat tidak mengerti dengan Hana, bukankah  Dira terkenal nakal disekolah, apakah Hana berubah karena ia bergaul dengan Dira. Sahabat apakah aku ini, sehingga membiarkan sahabat terbaiku bersama Dira. Baru aku melangkah untuk mempertanyakan ini pada Hana, tanganku ditarik oleh Nani.
“ ngapain sih Say, kamu deketin Hana lagi, lagian Hana sudah berubah dia tak seperti yang kita kenal dulu”
“ bukannya gitu Nan, Hana kan sahabat kita juga, bukankah sahabat itu akan selalu ada dikala senang dan duka.” Ujarku menjelaskan tanpa aku pedulikan Nani aku mulai melangkah mendekati Hana Tapi, Eti menarikku dari belakang. “udahlah, yuk kita cabuut..”
Dengan terpaksa aku meninggalkan Hana bersama Dira. “maafkan aku Hana…”
            Sepulang sekolah aku menunggu Hana digerbang. Tapi tak kunjung tiba aku bertemu dengan dewi teman sekampungnya. Dewi bilang Hana pulang diantar salah satu guru uks disekolah, Hana pinsan saat jam pelajaran. “Hana kenapa” gumamku penasaran.
Sesampainya dirumah HPku berdering tertera dilayar “My Friend’s Hana”
Tanpa pikir panjang aku langsung menekan tombol answer. “Assalamualaikum”
“Waalaikumssallam. Syaidha sahabatku yang baik, mulai besok aku sudah tidak berada disekolah lagi, aku sudah mengurus surat pindahku. Terimakasih sampaikan salamku pada yang lainnya. Wassalamualaikum. Tut..tut..tut.. suaranya terputus dari sebrang.
Han..Hanna kenapa kamu tak pernah cerita apa apa denganku padahal dari kecil kita selalu bersama dalam menghadapi segala rintangan, kenapa kamu lebih percaya terhadap Dira. 
Seminggu aku disekolah tidak bersama Hana, aku tidak bisa merasakan sahabat-sahabatku yang sekarang seperti Hana kecilku. “Aku merindukanmu Hana.. kemana kamu pergi? kenapa kamu tidak mengabariku. Hana disini aku kesepian tanpamu.. dengan siapa aku menjahili pak udin penjaga sekolah kita itu, dengan siapa aku berjalan pulang dikala tidak ada yang menjemput. Hana kenapa kamu tega dengan siapa aku bergurau jika tanpamu.  Hana apakah kamu lupa denganku Hana..” aku masih termenung memikirkan Hana. Tiba-tiba Eti menghampiriku dengan tergesa-gesa.
“Say.. Hana.. Hannaa Say..”
“ Hana kenapa Ti.. kamu tenangin diri kamu Ti” jawabku semerawutan. Setelah Eti menarik nafas panjang Eti mulai menjelaskan wafatnya Hana. Hana wafat kemarin sore tepatnya pukul 17.30 WIB di RS Panggung Rawi Cilegon sudah 5 hari ia dirawat disana dan akan dimakamkan siang ini juga. Melihat tingkah Eti aku langsung tersedak, hamparan debu menutup mataku, tiba-tiba saja hambaran petir menggetirkan tubuhku aku lunglai dan terjatuh.
Siang ini pemakaman Hana telah usai, kami tak menyangka Hana begitu cepat mendahului kami. Selamat jalan Hana semoga amal ibadah-Mu diterima disisi Allah SWT. Aamiin.
“Nak.. tiba-tiba nenek yang sedari tadi tergopoh-gopoh berjalan menghampiriku.
“iyaa. Nek,” sahutku sambil menyalimi tangan nenek yang sudah renta.
“ini nak, ada peninggalan Hana buat kalian”
“ terimakasih nek,,” jawabku sendu.
Sebelum kami meninggalkan pemakaman. Kami membuka pemberian Hana yang dititpkan kepada neneknya yang berupa buku hariannya. Kami membaca lembar demi lembar curhatan hati Hana selama ia hidup, hingga saatnya kami menemukan sepucuk surat yang bertulisan, 

TO: My Best Friend’s”
Cilegon, 20 Oktober 2014
“ Assalamualaikum.wr.wb.
Semoga kalian selalu dirahmati oleh Allah SWT. Syaidha, Eti, Nani juga Syifa, aku mengucapkan beribu-ribu terimakasih untuk kalian, karena kalian sudah menemani hari-hariku selama hidup di dunia. Kalian adalah sahabat terbaik yang pernah aku kenal, maafkan aku kawan aku telah berbohong kepada kalian bukannya aku tak percaya, tapi aku takut kalian mengkhawatirkanku, maaf aku pergi tanpa pamit. Aku menghindar dari  kalian karena aku takut aku akan merepotkan kalian. Aku mengidap kanker otak stadium akhir, makanya aku mendekati Dira, meminjam uang untuk beli obat. Aku tau dira terkenal nakal tapi aku yakin hatinya adalah sutra. Dan aku memang menemui ibuku, untuk selamanya…
Terimakasih sahabatku kalian adalah sahabat terbaik yang selalu ada untukku terimakasih kalian sudah bisa membangkitkan motivasi hidupku. Aku  bisa karena kalian bersamaku.
Waalaikumsallam.wr.wb.
Hanna Nur Fadillah
Kami termenung saling memandang, menumpahkan tangis memeluk batu nisan yang belum sempat kami tinggalkan. Tuhann… kenapa kau ambil sahabat terbaiku. Maafkan kami Hana yang tidak pernah ada untukmu selamanya. Dari sinilah kami mengerti bagaimana arti sahabat sesungguhnya,, kami menyesal telah berprasangka buruk padanya. Andai waktu bisa terulang kembali takan kusia-siakan persahabatan yang terjalin dengan rapi penuh kasih dan cinta ini. Hingga akhirnya kami semua berjanji akan selalu terbuka dan akan selalu hadir dikala kita membutuhkan. Terimakasih Hana kau telah mengajari kami bagaimana untuk saling menghargai. Selamat jalan sahabat seperjuanganku.

Tentang penulis:
Angellina Rahmaa adalah nama pena dari Siti Rohmah Angellina. Lahir di Cilegon pada 10 April 1997. Sejak SMP gemar membaca dan mengoleksi buku terutama Novel. Cita-citanya ingin menjadi penulis produktif, sutradara dan Psikolog. Sekarang adalah pelajar di salah satu sekolah swasta di Cilegon yakni SMK Al-Insan Terpadu Kota Cilegon kelas XII Akuntansi 1 dan tinggal di Linkungan Panakodan Desa Cikerai Kec. Cibeber. Kota, Cilegon-Banten.
 

0 comments